Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) menemukan 2.525 permasalahan
ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengakibatkan kerugian senilai Rp 1,13 triliun dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Hal tersebut disampaikan
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara saat penyerahan Ikhtisar Hasil
Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2017 kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
di Jakarta, Rabu (4/10).
"Selain
mengakibatkan kerugian, permasalahan ketidakpatuhan juga mengakibatkan potensi
kerugian sebanyak 413 permasalahan senilai Rp 419,60 miliar, 846 permasalahan
kekurangan penerimaan senilai Rp 537,72 miliar, serta 2.331 permasalahan
penyimpangan administrasi," ujar Moermahadi.
Atas seluruh
permasalahan ketidakpatuhan tersebut, lanjutnya, pada saat pemeriksaan
pemerintah daerah (pemda) yang diperiksa telah menindaklanjuti dengan
penyerahan aset dan menyetor ke kas negara/daerah senilai Rp 388,19 miliar.
Permasalahan ketidakpatuhan atas pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) pada 2016 antara lain kekurangan volume pekerjaan/barang senilai Rp
416,93 miliar yang terjadi pada 453 pemda. Selain itu, ditemukan belanja tidak
sesuai atau melebihi ketentuan senilai Rp 181,30 miliar, kelebihan pembayaran
selain kekurangan volume senilai Rp 127,25 miliar, serta biaya perjalanan dinas
ganda atau melebihi standar yang ditetapkan senilai Rp 52,91 miliar.
Permasalahan
ketidakpatuhan yang perlu mendapat perhatian adalah ditemukannya penggunaan
uang/barang untuk kepentingan pribadi senilai Rp 46,73 miliar yang terjadi pada
61 pemda. Beberapa contoh temuan adalah ditemukannya juru bayar gaji yang
memanipulasi data perhitungan dan tidak membayarkan tambahan penghasilan
pegawai berdasarkan beban kerja, serta tidak membayarkan tunjangan kelangkaan
profesi pegawai tidak tetap senilai Rp 5,87 miliar.
Selain itu,
ditemukan juga penerimaan atas piutang pokok Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) per
31 Desember 2016 digunakan untuk kepentingan perangkat desa. Ditemukan juga
permasalahan penggunaan uang/barang untuk kepentingan pribadi juga terjadi pada
58 pemda lainnya senilai Rp39,10 miliar. Pada semester I tahun 2017, BPK memeriksa
537 LKPD tahun 2016 dari 542 pemda yang wajib menyusun LK tahun 2016. Lima
pemda terlambat menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan, yaitu Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, Pemkab Aceh
Tenggara, Pemkab Pidie, Pemkab Pidie Jaya, dan Pemerintah Kota Lhokseumawe.
Atas LKPD pada
2016, 375 LKPD memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 139 LKPD
mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan 23 LKPD mendapat opini
Tidak Menyatakan Pendapat (TMP). Dibandingkan dengan capaian pada 2015,
kualitas LKPD Tahun 2016 mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan kenaikan
opini WTP sebesar 12 poin persen yaitu dari 58 persen pada LKPD 2015 menjadi 70
persen pada LKPD 2016.
Terdapat
peningkatan opini LKPD dari opini Tidak Wajar, TMP, WDP menjadi WTP pada 84
LKPD, dan dari Tidak Wajar/TMP menjadi WDP pada 15 LKPD. Hal tersebut
dikarenakan pemda telah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK pada tahun 2015
dengan melakukan perbaikan atas kelemahan sistem pengendalian intern maupun
ketidakpatuhan sehingga akun-akun dalam laporan keuangan telah disajikan dan
diungkap sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan.
Analisis
Menurut
pendapat saya, langkah yang telah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
sudah benar. Karena dalam menyelidiki suatu kasus, apalagi ini adalah kasus
yang berkaitan dengan banyak sektor yaitu sektor pemerintahan, pertanahan,
hukum, dan keuangan harus lebih teliti dan detail dalam memberikan pernyataan
atau argumentasi.
Hasil audit
merupakan salah satu langkah yang dapat digunakan untuk menyelidiki apakah
laporan keuangan perusahaan tertentu wajar atau tidak. Dalam kasus tersebut
terdapat hasil audit BPK mengenai kerugian yang dialami negara disebabkan 2.525
permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengakibatkan kerugian senilai Rp 1,13 triliun.
Hal tersebut
membuktikan bahwa hasil audit tidak dapat memberikan jaminan terhadap
penyelesaikan suatu kasus. Namun, hasil audit dapat membantu dalam memberikan
kewajaran laporan keuangan sehingga dapat bermanfaat sebagai langkah pertama
dalam menilai laporan keuangan yang telah diaudit bermasalah atau tidak
sehingga dapat ditindaklanjuti oleh lembaga yang berwenang dalam menangani
suatu kasus. Hasil analisis dari kasus tersebut dapat
Kesimpulan
Bahwa hasil
audit memiliki peranan yang penting dalam mencegah adanya tindak pidana
korupsi, karena tanpa adanya hasil audit, lembaga yang berwenang atau KPK tidak
dapat mengetahui ada permasalahan atau ketidakwajaran yang terjadi dalam
laporan keuangan atau tidak.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar